Standar Inovasi: Menyatukan ISO 56002 dan Permenristekdikti 29/2019 untuk Indonesia yang Lebih Kompetitif
- Resni Rindayani

- 3 Okt
- 3 menit membaca
Di tengah dinamika persaingan global, inovasi bukan lagi sekadar jargon, melainkan prasyarat keberlanjutan bagi industri, universitas, lembaga riset, hingga pemerintah. Indonesia sendiri tidak tinggal diam. Sejumlah kebijakan telah disiapkan untuk memastikan riset dan inovasi yang lahir di dalam negeri mampu bersaing di pasar internasional. Dua instrumen yang menonjol adalah ISO 56002:2019 tentang Innovation Management System (IMS) sebagai standar internasional, dan Permenristekdikti No. 29 Tahun 2019 tentang Pengukuran dan Penetapan Tingkat Kesiapan Inovasi (Katsinov) sebagai standar nasional.
Meski berbeda titik tekan, keduanya saling melengkapi: ISO 56002 memberikan kerangka sistemik untuk mengelola inovasi, sementara Katsinov memberikan alat ukur faktual untuk menentukan kapan sebuah inovasi siap masuk ke pasar.
ISO 56002: Panduan Global Sistem Manajemen Inovasi

ISO 56002 yang diterbitkan pada tahun 2019 hadir sebagai pedoman bagi organisasi untuk membangun sistem manajemen inovasi yang terstruktur. Berbeda dengan standar ISO lain yang bersifat sertifikasi, ISO 56002 adalah standar non-certifiable yang menyediakan kerangka kerja fleksibel agar organisasi dapat menyesuaikan dengan konteksnya.
Prinsip yang terkandung di dalamnya mencakup:
Konteks organisasi: memahami faktor internal dan eksternal yang memengaruhi inovasi.
Kepemimpinan: peran manajemen puncak dalam mendorong budaya inovasi.
Perencanaan: merancang strategi inovasi dengan target jelas.
Dukungan: memastikan sumber daya, kompetensi, dan komunikasi memadai.
Operasi: proses sistematis mulai dari ide, validasi, hingga implementasi inovasi.
Evaluasi kinerja: mengukur efektivitas inovasi.
Peningkatan berkelanjutan: menyempurnakan proses agar inovasi terus relevan.
ISO 56002 membantu organisasi di berbagai sektor mulai dari industri manufaktur, BUMN, hingga universitas untuk mengelola inovasi secara sistematis. Artinya, inovasi tidak lagi sekadar hasil “trial and error”, melainkan melalui pendekatan terukur yang mampu menekan risiko dan memperbesar peluang sukses.
Katsinov: Instrumen Nasional Kesiapan Inovasi

Sementara itu, Indonesia melalui Permenristekdikti No. 29 Tahun 2019 meluncurkan Katsinov (Innovation Readiness Level). Kebijakan ini fokus pada pengukuran tingkat kesiapan inovasi menuju komersialisasi. Katsinov menilai inovasi dari tujuh aspek kunci: teknologi, pasar, organisasi, kemitraan, risiko, manufaktur, dan investasi
Penilaian ini kemudian dikategorikan dalam enam tingkatan, mulai dari tahap concept (Katsinov 1) hingga tahap changeover/closedown (Katsinov 6), yang menunjukkan inovasi telah beradaptasi dan berkelanjutan di pasar.
Uniknya, Katsinov menggunakan Katsinov Meter, sebuah perangkat daring yang memvisualisasikan kesiapan inovasi dalam bentuk grafik dan peta. Hasil pengukuran tidak hanya menunjukkan level inovasi, tetapi juga memberikan opini penilai serta rekomendasi perbaikan.
Dengan syarat inovasi yang diukur sudah mencapai TKT-7 (Tingkat Kesiapterapan Teknologi minimal 7), Katsinov memastikan bahwa yang dievaluasi bukan sekadar ide mentah, melainkan inovasi yang siap “dilirik” oleh pasar dan investor.
Perbedaan dan Titik Temu
Baik ISO 56002 maupun Katsinov memiliki perbedaan fokus yang jelas:

Namun titik temunya jelas, keduanya sama-sama bertujuan mengurangi risiko kegagalan inovasi dan mendorong keberhasilan di pasar. ISO 56002 memastikan organisasi punya fondasi kuat untuk mengelola inovasi, sedangkan Katsinov memberi instrumen konkret untuk menilai kesiapan inovasi secara nasional.
Relevansi bagi Pemangku Kepentingan
Bagi BUMN dan industri, sinergi ISO 56002 dan Katsinov berarti dua hal, yakni proses inovasi yang sistematis, serta transparansi kesiapan produk sebelum investasi dilakukan.
Bagi universitas dan lembaga riset, pemahaman ini krusial untuk mengarahkan penelitian agar tidak berhenti di jurnal, tetapi berlanjut ke produk inovatif yang bisa diadopsi pasar.
Bagi investor, adanya standar ini mempermudah proses due diligence. Mereka bisa menilai apakah sebuah produk hanya ide potensial atau sudah siap dipasarkan dengan risiko rendah.
Sementara bagi pemerintah pusat dan daerah, standar ini berfungsi sebagai alat perumusan kebijakan dan pemberian insentif secara lebih tepat sasaran.
Kesimpulan
Di era ekonomi berbasis pengetahuan, inovasi yang berhasil bukan hanya soal kreativitas, tetapi juga soal pengelolaan. ISO 56002 menyediakan panduan global bagaimana organisasi mengelola inovasi secara berkelanjutan, sementara Katsinov memberi ukuran konkret kesiapan inovasi nasional menuju komersialisasi. Memahami perbedaan dan sinergi keduanya bukan hanya penting bagi peneliti, tetapi juga vital bagi BUMN, kementerian, universitas, industri, dan investor.
Indonesia membutuhkan ekosistem inovasi yang kokoh untuk bersaing di panggung global. finder.ac.id hadir sebagai mitra strategis yang mempertemukan akademisi, industri, investor, dan pemerintah dalam mengelola serta mengakselerasi inovasi.
Dengan dukungan expert yang kompetitif di berbagai bidang, Finder siap membantu lembaga riset, universitas, maupun korporasi dalam menerapkan standar internasional seperti ISO 56002 dan kebijakan nasional seperti Katsinov. Saatnya berkolaborasi membangun inovasi Indonesia yang tangguh, berdaya saing, dan berkelanjutan.
# Inovasi ISO 56002 permenristekdikti



Komentar